Kamis, 15 Desember 2011

Sihir adalah Perbuatan Syirk

SIHIR ADALAH PERBUATAN SYIRK
Prolog
Allah adalah penguasan seluruh alam. Alam di sini tidak hanya alam dunia yang kasat mata, banyak alam lain selain yang tampak ini, dan itu semua adalah di bawah kekuasaan Allah. Di luar alam yang materi ini ada alam yang immateri, salah satunya adalah alam ghaib. Islam mengajarkan bahwa salah satu yang harus diimani oleh seorang muslim adalah adanya alam ghaib. Alam ghaib sebagaimana alam dunia ini, tentu saja juga diatur oleh Allah dengan sunnatullah yang khusus.
Alam ghaib tersebut cukup diimani oleh seorang mukmin muslim. Hanya saja pada keyataannya tidak jarang manusia justru mengadakan hubungan dengan dunia ghaib yang tidak seharusnya dilakukan. Semisal bekerjasama dengan jin untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, mendapatkan hal-hal yang menakjubkan di luar batas kemampuan manusia biasa yang di luar hukum alam yang materiil. Bentuk hubungan dengan dunia ghaib yang demikian itu sering dikenal dengan sihir.

Kamis, 01 Desember 2011

Beristighasah kepada selain Allah

ISTIGHASAH KEPADA SELAIN ALLAH

Prolog

Kehidupan manusia di dunia tidak terlepas dari problema. Dan manusia selalu berusaha untuk menyelesaikan atau menghindarkan diri dari problema hidup tersebut. Untuk menghilangkan problem kehidupan tidak jarang manusia meminta pertolongan kepada pihak lain. Pihak lainnya pun sebaiknya juga memberikan pertolongan jika ia mampu. Karena Allah memerintahkan kita untuk saling tolong menolong dalam kebaikan. Hal itu dalam konteks kehidupan fisik jasmaniah atau materiil, adapun meminta pertolongan yang sifatnya maknawiy seperti meminta dilapangkan rizki, minta dihindarkan dari malapetaka, dan sebagainya tentu saja hanya tepat ditujuakan kepada Allah semata.

Arti Istighasah

Istighasah memiliki arti meminta pertolongan agar dihindarkan dari atau dihilangkannya kesusahan, masalah, dan sebagainya. Istilah istighasah digunakan dalam konteks hal-hal yang maknawiy, bukan yang hasyiyi. Jika maknanya demikian maka, istighasah hanya boleh dilakukan atau ditujukan kepada Allah semata bukan kepada selain Allah. Jika ditujukan kepada selain Allah maka pelakuknya sangat mungkin akan jatuh pada dosa syirik. Karena telah memposisikan makhluk seperti sang Khaliq, atau menyamakan Allah dengan makhluknya dalam hal-hal terentu. Padahal yang memiliki kekuasaan untuk menghilangkan kesusahan, masalah, dan yang mampu melapangkan rezki hanyalah Allah semata.

ان الذين تعبدون من دون الله لايملكون لكم رزقا فابتغوا عند الله الرزق واعبدوه واشكروا له اليه ترجعون -العنكبوت 29

Yunus 106, ولا تدع من دون الله مالا ينفعك ولا يضرك فإن فعلت فإنك إذا من الظالمين

Yunus 107, وإن يمسك الله بضر فلا كاشف له إلا هو وإيردك بخير فلا راد لفضله يصيب به من يشاء من عباده

al-Naml 62أمن يجيب المضطر إذا دعاه ويكشف السوء ويجعلكم خلفاء الأرض أ اله مع الله قليلا ما تذكرون

عن جبير بن معطم (ض) قال: جاء اعرابي إلى النبي (ص) فقال يارسول الله, نهكت الأنفس وجاع العيال وهلكت الأموال فاستسق لنا ربك, فإنا نستشفع بالله عليك وبك على الله فقال النبي سبحان الله سبحان الله فما زال يسبح حتى عرف ذلك في وجوه أصحابه ثم قال: ويحك, أتدري ما الله؟ إن شأن الله أعظم من ذلك إنه لا يستشفع بالله على أحد

Artinya: Dari Jubair bin Mu'thim ra. berkata: "Datanglah seorang Badui kepada Rasulullah seraya berkata: "Ya Rasulullah badan binasa keluarga kelaparan, harta musnah, mintakanlah siraman untuk kami kepada Tuhanmu, sesungguhnya kami minta syafaat Allah terhadapmu dan syafaatmu terhadap Allah",. Rasulullah menjawab: "Subhanallah, subhanallah, beliau terus menerus bertasbih sampai terlihat hal itu tergambar pada wajah para shahabatnya. Kemudian beliau bersabda: "Celakalah kamu, tahukah kamu apakah Allah itu? Sesungguhnya Allah itu lebih agung dari yang demikian itu. Sesungguhnya tidak dapat diminta syafaat kepada Allah terhadap seseorang. (Hadits diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud).


روى الطبرانى بإسناده: أنه كان زمن النبي (ص) منافق يؤذى المؤمنين فقال بعضهم: قوموا بنا نستغيث برسول الله (ص) من هذا المنافق. فقال النبي (ص) إنه لا يستغاث بي وإنما يستغاث بالله

Artinya: Thabraniy meriwayatkan di dalam kitab isnadnya bahwa pada zaman Nabi saw. terdapat orang munafik yang selalu menyakiti orang mukmin. Maka di antara orang mukmin itu berkata: "Marilah kita minta dihilangkan kesukaran kita dari kelakuan orang munafik ini kepada Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. bersabda: "Bukanlah permintaan hilangnya kesukaran (beristighasah) itu melalui aku dan kepadaku, akan tetapi mintalah dihilangkan kesukaran itu kepada Allah dan dengan Allah.


Perbandingan

Setelah menyimak beberapa ayat dan hadits di atas sekarang silakan Saudara membandingkan dengan apa yang terjadi di masyarakat. Seperti yang sering kita dengan lantunan bait-bait berikut ini.

عباد الله رجال الله # أغيثونا لاجل الله

Wahai hamba-hamba Allah, laki-laki hamba-hamba Allah, Tolonglah kami karena Allah.

وكونوا عوننا لله # عسى نحظى بفضل الله

Jadilah kalian penolong-penolong kami karena Allah, Barangkali berhasil dengan fadhilah Allah

ويا أقطاب ويا أنجاب # ويا سادات ويا أحباب

Wahai Wali Aqthab, wahai Wali Anjab, wahai para tuan, wahai para kekasih

وأنتم يا أولى الاباب # تعالوا وانصروا لله

Dan kalian wahai orang yang berakal, marilah tolonglah kami karena Allah

سئلناكم سئلناكم # وللزلفى رجوناكم

Kami memohon kepada kalian, kami mohon kepada kalian, dan karena derajat (kalian di sisi Allah) kami mengharapkan kalian (menolong kami)

وفى أمر قصدناكم # فشدوا عزمكم لله

Dan dalam suatu perkara kami tujukan kepada kalian, maka kuatkanlah niat kalian karena Allah.


Dengan mencermati masing-masing, baik dalil-dalil di atas dan juga bait-bait tersebut tentu Saudara dapat membuat kesimpulan sendiri tentang bagaimana sebaiknya yang perlu dilakukan.

Kamis, 24 November 2011

TAWASSUL

Tawassul dalam Doa

Dilihat dari bidangnya tawassul adalah sebuah konsep yang berkaitan erat dengan aqidah (baca: keyakinan), yang sifatnya tidak kasat mata. Akan tetapi pada tingkat praktis amaliyah dapat diamati dengan jelas. Dari sisi bahasa, istilah itu berasal dari kata yang terdiri dari tiga huruf waw, sin dan lam (و-س-ل). Ia bermakna menjadikan sesuatu sebagai perantara untuk mendapatkan sesuatu yang dimaksud. Tawasul dalam berdoa berarti menyertakan perantara dalam berdoa dengan maksud doanya itu akan lebih dikabulkan oleh Allah.1 Sedangkan wasilah (وسيلة)bermakna semua sarana yang digunakan untuk menuju kepada yang dimaksud. Sementara itu Quraish Shihab menjelaskan bahwa wasilah berarti sesuatu yang menyambung dan mendekatkan sesuatu dengan yang lain atas dasar keinginan yang kuat untuk mendekat. Istilah ini mirip dengan kata washilah (وصيلة), yang berarti sesuatu yang menyambung sesuatu dengan yang lain.2 Dengan demikian wasilah dalam doa adalah segala sarana yang dapat mengantarkan seseorang sehingga dapat lebih cepat terkabul doanya.

Sementara itu ada yang memaknai tawassul sebagai melaksanakan hubungan secara ruhaniyah (interaksi ruhaniyah) antara orang yang sedang beribadah kepada Allah dengan orang lain sebagai guru-guru pembimbing ruhaniyah -baik kepada yang masih hidup ataupun yang sudah mati – dalam rangka mengambil jalan untuk sampai (wusul) kepada Allah swt, serta bersama-sama dalam rasa dan nuansa di dalam pelaksanaan ibadah dan pengabdian yang sedang dijalani. Definisi yang agak panjang itu dikemukakan oleh KH. Muhammad Luthfi Ghozali dalam bukunya yang berjudul "Mengintip Alam Barzakh Tawassul Mencari Allah dan Rasul Lewat Jalan Guru".3

Sebelum disampaikan berbagai pendapat dan persoalan yang berkembang di seputar persoalan ini, terlebih dahulu akan diuraikan tentang tawassul/wasilah yang tidak diperselisihkan keberadaannya. Artinya hal itu memang ada dasar pelaksanaanya dalam syariat. Beberapa bentuk tawassul yang tidak diperselisihkan itu antara lain;

1. Tawassul dengan nama-nama, sifat-sifat, perbuatan serta ilmu Allah. Hal itu berdasar pada firman Allah dalam surat al-A'raf ayat 80, sebagai berikut;

ولله الأسماء الحسنى فادعوه بها

Artinya: Hanya milik Allah Asma al-Husna, maka mohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma al-Husna

Rasulullah juga pernah menjelaskan sebagai berikut:

اللهم بعلمك الغيب وقدرتك على الخلق احييني ما علمت الحياة خيرا لي

Artinya: "Ya Allah dengan pengetahuan-Mu tentang yang gaib dan kekuasaan-Mu atas segenap makhluk, hidupkanlah aku selama Engkau mengetahui bahwa hidup itu lebih baik bagiku"

2. Tawassul kepada Allah dengan jalan beriman kepada-Nya dan taat kepada-Nya, seperti firman Allah yang menjelaskan tentang ulul al-bab:


Artinya: Ya Tuhan kami, sungguh kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kalian kepada Tuhan kalian," maka kami pun beriman. Ya tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami… (Ali-Imran ayat 93)

Dalam ayat itu orang-orang memohon ampunan kepada Allah dengan wasilah atau media keimanan mereka. Yakni dengan keimanan mereka itu diharapkan Allah berkenan mengampuni dosa-dosa mereka. Penjelasan yang sama dapat dilihat pada surat Ali Imran ayat 53 dan al-Mukminun ayat 109.

3. Tawassul kepada Allah dengan jalan berdoa menyebut dengan jelas kesulitan-kesulitan dan hajatnya.

Hal itu sebagaimana dilakukan oleh Nabi Musa ketika memohon kepada Allah. Seperti dijelaskan oleh al-Qur'an dalam surat al-Qashash ayat 24 sebagai berikut:

Artinya: … Ya Tuhanku, sungguh aku memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.

4. Tawasul kepada Allah melalui doa orang yang diharapkan dapat makbul, seperti halnya shahabat meminta Nabi saw. berdoa untuk mereka.4 Jadi seseorang meminta kepada orang lain untuk mendoakannya agar apa yang diharapkannya dapat dikabulkan oleh Allah. Karena seseorang itu dianggap sebagai sosok yang shalih yang dekat kepada Allah. Tawassul pada jenis terakhir ini tentu saja hanya bisa dilakukan ketika seseorang itu masih hidup. Karena setelah orang itu mati tidak lagi dapat memanjatkan doa, bahkan untuk dirinya sendiri.5

Persoalan muncul, ketika para nabi, wali, ulama atau orang-orang shalih yang dekat dengan Allah itu telah meninggal dunia dan mereka tetap dijadikan wasilah (perantara) bagi terkabulnya doa yang dipanjatkan oleh seseorang. Wujud wasilahnya bukan lagi berupa doa yang dibacakan oleh orang-orang suci itu, melainkan eksistensi mereka di alam barzakh, keagungan dan kebersihan jiwanya yang dijadikan wasilah bagi terkabulnya suatu doa.

Dari persoalan itu, kemudian timbul pro dan kontra di kalangan umat Islam. Banyak di antaranya yang memberikan pembenaran terhadap praktek tawasul/wasilah semacam itu yang sudah barang tentu didukung dengan berbagai argumentasi. Namun tidak sedikit pula yang menolak dengan keras model tawassul/wasilah semacam itu. Bahkan dinilai oleh sebagian umat Islam praktek tawassul seperti itu akan menjerumuskan orang pada dosa syirik, untuk itu harus dihindari jauh-jauh.

Pendapat yang Pro Tawassul

Mereka yang yakin akan kebenaran tawassul, menempatkan para nabi, wali dan orang-orang shalih sebagai wasilah (perantara) antara diri mereka dengan Allah. Dengan demikian -meskipun telah meninggal- orang-orang suci seperti wali itu masih sangat penting dan dibutuhkan keberadaannya. Yakni sebagai perantara bagi kaum muslimin yang awam ketika mereka berhubungan dengan Allah khususnya dalam berdoa.

Mereka yakin bahwa seorang wali dapat membantu mereka melepaskan diri dari kesulitan ketika dimintai pertolongan. Dan bagi yang memanggilnya dalam kesulitan maka kesulitan itu akan dilancarkan penyelesaiannya. Demikian juga bagi yang memiliki hajat, kemudian bertawassul dengan wali, maka hajatnya itu akan dikabulkan. Berbagai keyakinan itu menunjukkan pentingnya tawassul dan wasilah dalam berdoa atau beribadah kepada Allah.6

Jika dicermati, tampak bahwa keyakinan akan pentingnya wasilah itu terbangun atas dasar beberapa hal berikut;

a) Asumsi bahwa orang-orang awam selain para nabi, wali dan orang-orang suci lainnya adalah kotor. Kotornya diri orang awam itu timbul karena dosa, yang pada gilirannya menjadikan mereka jauh dari Allah. Karena jauh maka perlu perantara.7 Siapa dan apa perantara itu, tidak lain adalah para orang suci di atas.

b) Ayat-ayat al-Qur'an antara lain surat al-Maidah ayat 35, al-Isra` ayat 57.

يأيها الذين أمنوا اتقوا الله وابتغوا إليه الوسيلة وجاهدوا في سبيل الله لعلكم تفلحون

Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertawakallah kepada Allah dan carilah wasilah yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Dan bejihadlah kalian pada jalan-Nya supaya kamu mendapatkan keberuntungan

أولئك الذين يدعون يبتغون إلى ربهم الوسيلة أيهم اقرب ويرجون رحمته ويخافون عذابه إن عذب ربك كان محذورا

Artinya: Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari wasilah kepada Tuhan mereka, siapa yang lebih dekat dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut pada adzab-Nya sesungguhnya adzab Tuhanmu adalah sesuatu yang ditakuti.

Dua ayat di atas dijadikan oleh sementara ulama sebagai dalil dalam membenarkan pelaksanaan tawassul/wasilah (perantara).8 Tercakup dalam kata wasilah pada dua ayat di atas adalah para nabi, wali, atau ulama-ulama yang shalih, yang hati mereka suci sehingga dekat dengan Allah.

c) Sebuah riwayat tentang Umar ketika meminta hujan kepada Allah lewat doa Abbas bin Abdul Muthallib paman nabi.9 Riwayat itu sebagai berikut;

أن عمر بن الخطاب (ض) كان إذا قحطوا استسقى بالعباس بن عبد المطلب فقال اللهم إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا نتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا قال فيسقون

Artinya: Apabila terjadi kekeringan pada masyarakat, Umar bin Khaththab memohon turun hujan dengan perantaraan 'Abbas bin Abdul Muthalib. Beliau berdoa: "Ya Allah dahulu kami biasa bertawassul kepada-Mu dengan Nabi kami, lalu Engkau turunkan hujan kepada kami. Sekarang kamu bertawasul kepada-Mu dengan paman Nabi kami. Oleh karena itu turunkanlah hujan kepada kami." Kata perawi: "Masyarakat lalu dituruni hujan".10

Berdasar riwayat di atas, diyakini bahwa tawassul yang mereka lakukan itu telah ada contoh sebelumnya. Mereka juga yakin bahwa tawassul yang dilakukan itu tidak berbeda dengan yang pernah dilakukan Umar. Yakni menempatkan Rasulullah dan para shahabat serta orang suci lainnya seperti ulama sebagai perantara antara diri mereka dengan Allah. Dalam hal ini, ulama juga diposisikan sebagai wasilah sebagaimana Rasulullah, karena mereka adalah pewaris para nabi.

d) Keyakinan bahwa ada orang-orang suci yang eksistensinya tetap sama antara hidup dan matinya. Artinya setelah matipun mereka -orang-orang suci seperti nabi dan wali- tetap bisa dimintai syafaat, berkah dan manfaat.11 Keyakinan demikian itu didasarkan atas Surat al-Baqarah ayat 154 sebagai berikut:

ولا تقولوا لمن يقتلوا في سبيل الله اموات بل أحياء ولكن لا تشعرون

Artinya: Janganlah kalian mengatakan kepada orang yang gugur di jalan Allah (mereka itu mati), bahkan mereka hidup akan tetapi kalian tidak merasakannya.

Imam al-Alusi, sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab, menjelaskan bahwa tidak mengapa berdoa kepada Allah dengan menyebut dan bertawassul dengan Nabi saw. baik ketika masih hidup atau setelah meninggal dunia. Dalam artian bahwa yng bersangkutan berdoa kepada Allah demi kecintaan-Nya kepada Nabi Muhammad saw. kiranya Allah swt. itu mengabulkan permohonan orang yang berdoa.12

Praktek tawassul seperti disebut di atas, dalam Islam telah ada sejak waktu yang sangat lama. Imam Tarekat Qadiriyah, Syaikh Abdul Qadir Jailaniy (w. 561H.) yang hidup pada masa kekuasaan Bani Abbas pernah melakukannya. Beberapa potongan doanya seraya bertawassul dengan Rasulullah dapat disimak sebagaimana berikut ini;

"Ya Allah berilah keselamatan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau berikan kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Mulia lagi Maha Terpuji. Ya Allah berilah Muhammad wasilah, kemuliaan derajat yang tinggi, kedudukan yang tepuji yang engkau janjikan kepadanya…Sesungguhnya aku mendatangi Nabi-Mu untuk bertaubat dari dosa-dosaku dan meminta ampunan kepada-Mu, maka aku meminta kepadamu agar memberiku ampunan, seperti halnya engkau menerimanya bagi orang yang mendatanginya ketika beliau masih hidup, lalu menyatakan dosa-dosanya, maka beliau mendoakannya dan Engkau memaafkannya. Ya Allah sesungguhnya aku menghadap-Mu bersama Nabi-Mu, nabi pembawa rahmat. Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menghadapmu untuk menghadap Tuhanku agar dia mengampuni dosa-dosaku. Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan haknya agar engkau mengampuniku dan merahmatiku..."13

Di sebagian kalangan umat Islam, tawassul sering dilakukan dengan membaca manaqib (biografi) wali. Bentuk tawassul -dengan bacaan manaqib- seperti itu, hingga saat ini merupakan fenomena yang mudah ditemui di sebagian umat Islam. Diyakini oleh mereka bahwa dengan membaca manaqib itu dapat memudahkan tercapainya hajat atau keperluan yang diinginkan oleh seseorang. Baik hajat dunia maupun akhirat.14

Sedangkan kalimat yang diucapkan ketika bertawassul dalam berdoa banyak ragamnya, sebagaimana yang tertera dalam banyak kitab manaqib. Berikut ini salah satu contoh kalimat tawassul yang diucapkan ketika berdoa;

اللهم إنا نسألك ونتشفع إليك بنبيك محمد صلي الله عليه وسلم وأهل بيته ونتوسل إليك بوليك الشيخ عبد القادر الجيلانى. ياشيخ الثقلين ياقطب الربانى ياغوث الصمدنى. يا محي الدين يا ابا محمد. ياسيدي الشيخ عبد القادر الجيلانى إنا نتوسل بك إلى ربك في قضاء حاجاتنا هذه...

Artinya: Ya Allah kami memohon kepada-Mu dan meminta syafaat kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad saw. dan ahli baitnya, dan kami bertawassul kepada-Mu dengan walimu al-Syaikh Abdul Qadir Jailaniy. Wahai Syaikhnya jin dan manusia, wahai qutb al-rabbaniy, wahai Penolong yang abadi, wahai Penghidup Agama, wahai Abu Muhammad. Wahai Tuanku al-Syaikh Abdul Qadir Jailaniy, sesungguhnya kami bertawassul denganmu pada Tuhanmu dalam menyelesaikan hajat kami ini…15

Ada pula lafal-lafal tawassul dalam berdoa yang berupa bait, semacam bait syair. Salah satu bait yang masyhur dan sering diucapkan oleh sebagian umat Islam itu antara lain sebagai berikut;

عباد الله رجال الله # أغيثونا لاجل الله

Wahai hamba-hamba Allah, laki-laki hamba-hamba Allah, Tolonglah kami karena Allah.

وكونوا عوننا لله # عسى نحظى بفضل الله

Jadilah kalian penolong-penolong kami karena Allah, Barangkali berhasil dengan fadhilah Allah

ويا أقطاب ويا أنجاب # ويا سادات ويا أحباب

Wahai Wali Aqthab, wahai Wali Anjab, wahai para tuan, wahai para kekasih

وأنتم يا أولى الاباب # تعالوا وانصروا لله

Dan kalian wahai orang yang berakal, marilah tolonglah kami karena Allah

سئلناكم سئلناكم # وللزلفى رجوناكم

Kami memohon kepada kalian, kami mohon kepada kalian, dan karena derajat (kalian di sisi Allah) kami mengharapkan kalian (menolong kami)

وفى أمر قصدناكم # فشدوا عزمكم لله

Dan dalam suatu perkara kami tujukan kepada kalian, maka kuatkanlah niat kalian karena Allah.16


Potongan bait di atas menunjukkan betapa para ulama atau wali yang sudah meninggal dunia memiliki posisi sangat penting. Mereka diyakini tidak hanya sebagai perantara untuk terkabulnya suatu doa, lebih dari itu mereka orang-orang yang telah meninggal dunia itu dapat dimintai pertolongan untuk membantu tercapainya maksud-maksud tertentu.

Agaknya keyakinan sebagaimana yang tersirat dalam bait-bait itu didasari atau paling tidak terinspirasi dengan sebuah riwayat sebagai berikut:

عن عبد الله بن مسعود (ض) عن رسول الله (ص) قال: إذا انفلتت دابة أحدكم بأرض فلاة فاليناد: ياعباد الله احبسوا, يا عباد الله احبسوا, يا عباد الله احبسوا, فإن لله عز وجل في الأرض حاصرا سيحبسه.

Artinya: Dari Abdullah bin Mas'ud ra. dari Rasulullah saw. beliau bersabda: "Jika hewan (kendaraan) salah satu dari kalian lepas di suatu padang sahara (tanah lapang) maka panggillah: Wahai hamba-hamba Allah haling-halangilah (tangkaplah), Wahai hamba-hamba Allah haling-halangilah (tangkaplah), Wahai hamba-hamba Allah haling-halangilah (tangkaplah). Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla memiliki penjaga (pengepung) di suatu daerah, maka dia (penjaga) itu akan menangkapnya.17

Demikian berbagai dalil dan argumentasi yang dikemukakan oleh kaum muslimin yang mengabsahkan tawassul dalam beribadah pada umumnya dan dalam berdoa pada khususnya.

Pendapat yang Kontra Tawassul

Pada pihak lain, tidak sedikit umat Islam yang menolak dengan tegas tawassul/wasilah dalam berdoa. Tentu saja dengan argumentasi yang samasekali betolak belakang dengan yang telah diuraikan sebelumnya. Salah satu ulama terkenal yang secara tegas menolaknya adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Dia menjelaskan bahwa hukumnya boleh meminta syafaat atau pertolongan orang lain, untuk mendapatkan karunia Allah selama orang itu masih hidup. Seperti meminta petolongan kepada Nabi Muhammad agar mendapat rahmat Allah. Namun setelah beliau wafat hal itu tidak diperkenankan lagi..

Rujukan yang digunakannya adalah sebagai berikut:

عن جبير بن معطم (ض) قال: جاء اعرابي إلى النبي (ص) فقال يارسول الله, نهكت الأنفس وجاع العيال وهلكت الأموال فاستسق لنا ربك, فإنا نستشفع بالله عليك وبك على الله فقال النبي سبحان الله سبحان الله فما زال يسبح حتى عرف ذلك في وجوه أصحابه ثم قال: ويحك, أتدري ما الله؟ إن شأن الله أعظم من ذلك إنه لا يستشفع بالله على أحد

Artinya: Dari Jubair bin Mu'thim ra. berkata: "Datanglah seorang Badui kepada Rasulullah seraya berkata: "Ya Rasulullah badan binasa keluarga kelaparan, harta musnah, mintakanlah siraman untuk kami kepada Tuhanmu, sesungguhnya kami minta syafaat Allah terhadapmu dan syafaatmu terhadap Allah",. Rasulullah menjawab: "Subhanallah, subhanallah, beliau terus menerus bertasbih sampai terlihat hal itu tergambar pada wajah para shahabatnya. Kemudian beliau bersabda: "Celakalah kamu, tahukah kamu apakah Allah itu? Sesungguhnya Allah itu lebih agung dari yang demikian itu. Sesungguhnya tidak dapat diminta syafaat kepada Allah terhadap seseorang. 18 (Hadits diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud)

Selanjutnya dia menilai bahwa meminta syafaat kepada Allah terhadap diri seseorang dari makhluk-Nya, justru akan menjadikan orang itu celaka.19 Penjelesannya yang lain, bahwa meminta petolongan kepada selain Allah (semisal kepada para wali) dalam hal-hal yang sifatnya maknawiy (bukan fisikal) adalah perbuatan syirik.20 Ayat-ayat al-Qur'an yang digunakan sebagai referensi antara lain; al-Ankabut ayat 29, al-Naml ayat 62, Yunus ayat 106-107. Ayat-ayat yang disebutkan itu pada intinya melarang kaum mukminin meminta pertolongan kepada selain Allah dalam hal-hal yang sifatnya maknawi.21

Ia juga mendasarkan pendapatnya itu pada sebuah hadits yang menjelaskan tentang tidak bolehnya beristighasah melalui Rasulullah, akan tetapi beristighasah itu hanya boleh langsung kepada Allah. Hadits dimaksud sebagai berikut;

روى الطبرانى بإسناده: أنه كان زمن النبي (ص) منافق يؤذى المؤمنين فقال بعضهم: قوموا بنا نستغيث برسول الله (ص) من هذا المنافق. فقال النبي (ص) إنه لا يستغاث بي وإنما يستغاث بالله

Artinya: Thabraniy meriwayatkan di dalam kitab isnadnya bahwa pada zaman Nabi saw. terdapat orang munafik yang selalu menyakiti orang mukmin. Maka di antara orang mukmin itu berkata: "Marilah kita minta dihilangkan kesukaran kita dari kelakuan orang munafik ini kepada Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. bersabda: "Bukanlah permintaan hilangnya kesukaran (beristighasah) itu melalui aku dan kepadaku, akan tetapi mintalah dihilangkan kesukaran itu kepada Allah dan dengan Allah.22

Kebanyakan ulama yang menolak tawassul/wasilah dengan para nabi, ulama atau orang-orang shalih dalam doa, berpemahaman bahwa yang demikian itu termasuk bid'ah yang menjerumuskan pada perbuatan syirik. Penilaian demikian itu dapat disimak dari berbagai fatwa ulama. Abu Hanifah sebagaimana dikutip oleh Rasyid Ridha menjelaskan bahwa, memohon kepada Allah dengan perantara makhluknya adalah perbuatan yang dilarang. Beliau melarang berdoa dengan ucapan semisal: "Aku memohon kepada-Mu dengan hak para Nabi-Mu. Mengapa yang demikian itu tidak boleh, karena tidak ada hak seorang makhluk atas Khaliqnya terhadap terkabul atau tidaknya permintaan itu.23

Pada kesempatan lain Imam Abu Hanifah berkata: "Makruh hukumnya seseorang berdoa dengan mengatakan: "Saya mohon kepada-Mu berdasarkan hak Si Fulan atau berdasarkan Baitul Haram dan dan al-Mayaril Haram". Ia juga pernah mengatakan: "Tidak pantas seseorang berdoa kepada Allah kecuali dengan menyebut Asma Allah. Dan saya tidak suka bila ada orang menyebutkan dengan sifat-sifat kemuliaan pada Arsy-Mu atau dengan menyebutkan hak makhluk-Mu".24

Syaikh Ibnu Utsaimin, Ulama Kerajaan Arab Saudi berpendapat bahwa keagungan dan kesalihan para nabi dan ulama itu tidak bersinggungan sedikitpun dengan terkabul atau tidaknya doa. Ia hanya berkaitan dengan pribadi orang-orang suci tersebut di sisi Allah. Jadi wasilah dengan model ini hanya sia-sia belaka.25

Beliau juga menyatakan bahwa tidak ada yang mengetahui hal-hal yang menyebabkan suatu doa itu terkabul kecuali hanya berdasar ketetapan syariat. Bagi yang menetapkan bahwa sesuatu itu bisa menjadi sarana (wasilah) bagi terkabulkannya doa, ia harus memberikan dalil syariatnya. Jika tidak, maka dia telah mengatakan atas nama Allah sesuatu yang tidak diketahuinya. Sementara wasilah semacam itu tidak ada dalil syariat yang menjelaskannya.26

Selanjutnya, menanggapi riwayat tentang tawassul yang dilakukan Umar sebagaimana disebut di atas, dia menjelaskan bahwa riwayat itu tidak menunjukkan adanya tawassul dengan keagungan dan hak Nabi Muhammad saw. Akan tetapi yang dimaksud adalah bertawassul dengan doa Nabi. Yakni para shahabat meminta kepada Nabi agar beliau berdoa untuk mereka. Nah, setelah Nabi meninggal dunia, mereka bertawassul, meminta didoakan oleh Abbas agar diturunkan hujan. Kalau toh dimaknai sebagai tawassul dengan kebesaran dan hak Nabi Muhammad, sudah barang tentu Umar dan shahabat tidak bertawassul dengan Abbas, paman Nabi karena Nabi lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah dibanding pamannya.27

Syaikh Bin Baz ulama Kerajaan Arab Saudi lainnya, juga memiliki pendapat yang tidak berbeda dengan yang telah disebut sebelumnya. Dia menjelaskan bahwa berdoa dengan wasilah para nabi atau orang-orang suci, yakni meminta bantuan mereka untuk melepaskan kesulitan yang tengah dihadapi, tidak lain adalah perbuatan syirik. Sedangkan tawasul dengan kebesaran dan hak para nabi, wali atau orang-orang shalih merupakan bid'ah dan jalan menuju syirik. Yang termasuk tawassul sebagaimana disebut terakhir ini, seperti ketika orang berdoa dengan kata-kata sebagai berikut; "Ya Allah aku memohon kepada-Mu dengan kebesaran Nabi-Mu" atau "…dengan hak Nabi-Mu" atau "…dengan kebesaran para wali-Mu" atau "…dengan kebesaran orang-orang shalih"

Sebagaimana telah diuraiakan sebelumnya, bahwa salah satu ayat yang dijadikan dasar tawassul/wasilah adalah surat al-Baqarah ayat 35. Di dalam ayat itu terdapat kata wasilah. Kata itu dipahami oleh yang mengabsahkan tawassul, sebagai tawassul dengan para nabi, wali dan orang-orang shalih.

Sementara itu, para mufassir (ahli tafsir) ketika mengartikan wasilah pada ayat di atas, tampaknya tidak menyinggung adanya wasilah dengan para nabi, wali atau para orang shalih. Berbagai kitab tafsir menjelaskan bahwa wasilah dalam ayat tersebut dimaksudkan sebagai taat kepada Allah dengan memperbanyak amalan ibadah dan menjauhi larangan-larangannya. Menurut Ibnu Katsir (w. 774 H.) pemaknaan wasilah sebagai menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya itu telah disepakati oleh ulama ahli tafsir.28 Ulama tafsir tidak memaknai wasilah pada ayat di atas sebagai bertawassul dengan para nabi dan wali atau orang shalih.

Penjelasan yang menyatakan bahwa yang dimaksud wasilah untuk menuju Allah adalah dengan memperbanyak amalan ibadah dan menjauhkan diri dari larangan-larangannya itu, dapat ditemukan dalam berbagai kitab tafsir dan mu'jam, yang antara lain sebagai berikut;

  1. Tafsir al-Kasysyaf, karya Imam Zamakhsariy29

  2. Tafsir al-Thabariy al-Musamma Jami' al-Bayan fi Ta`wil al-Qur`an, karya Abu Ja'far Muhammad bin Jarir al-Thabariy30

  3. Al-Wasith fiy Tafsir al-Qur`an, karya Abu al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidy al-Naisabury31

  4. Tafsir Jalalain, karya Imam al-Mahalliy dan al-Suyuthi32

  5. Tafsir Khazin, karya Imam al-Khazin33

  6. Mu'jam Mufradat al-Fadz al-Qur'an, al-Raghib al-Ashfahanniy34

  7. Fathu al-Qadir al-Jami' baina Fanniy al-Riwayat wa al-Dirayat min Ilm al-Tafsir, karya Muhammad bin ali bin Muhammad al-Syaukaniy35

  8. Fiy Dzilal al-Qur`an, karya Sayyid Quthb36

  9. Tafsir al-Qur`an al-Hakim, karya al-Sayyid Rasyid Ridha37

  10. Tafsir al-Mizan, karya Imam Thabathabai38

  11. Tafsir al-Wadhih, karya Muhammad Mahmud Hijaziy39

Di antara kitab tafsir yang telah disebut di atas juga menjelaskna bahwa yang dimaksud wasilah adalah kedudukan yang tinggi lagi mulia yang adanya di surga. Yakni suatu tempat/maqam yang hanya akan ditempati oleh Rasulullah semata. Hal itu sebagaimana tertera dalam doa sehabis adzan sebagaimana berikut ini;

اللهم رب هذه الدعوة التامة والصلاة القائمة أت سيدنا محمدا الوسيلة والفضيلة وبعثه مقاما محمودا الذي وعدته

Sementara itu M Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbahnya menjelaskan bahwa para ulama ada yang sangat ketat melarang tawassul/wasilah dalam berdoa, karena mereka khawatir hal tersebut tidak dipahami oleh masyarakat awam yang bisa saja menduga para nabi dan wali itulah yang mengabulkan permohonan mereka. Atau mereka memiliki peranan yang mengurangi peranan Allah dalam mengabulkan permohonan. Atau bahkan dengan tawassul itu dapat memperoleh sesuatu yang tidak sewajarnya untuk mereka peroleh. Yang demikian itulah memang yang membahayakan dan terlarang karena merupakan bentuk mempersekutukan Allah swt.40

Kemudian berkaitan dengan keyakinan tentang hidupnya orang-orang yang gugur di jalan Allah (Surat al-Baqarah ayat 154) dan kemudian diyakini oleh yang pro kepada praktek tawassul dapat dimintai pertolongan, Ibnu Masud menjelaskan tidak sebagaimana yang diyakini oleh umat Islam yang pro dengan praktek tawassul.

Ibnu Mas'ud pernah menjelaskan bahwa arwah mereka itu berada di dalam rongga bintang yang berwarna hijau yang di dalamnya ada lampu-lampu yang bergantung pada 'Arsy. Arwah itu juga keluar dari dalam surga kapan saja mereka kehendaki. Kemudian mereka berkerumun di seputar lampu-lampu itu. Maka kemudian Tuhan mereka menampakkan diri kepada mereka, seraya berkata: "Apakah kalian senang (menginginkan) sesuatu?". Mereka berkata: "Segala sesuatu kita senang, dan kami keluar masuk surga sesuka kami". Tuhan mengulangi hal itu (pertanyaan) hingga tiga kali. Mereka tidak pernah berhenti meminta seraya berkata kepada Tuhan mereka: "Wahi Rabb, kami ingin Engaku mengembalikan arwah kami kepada jasad kami, sehingga kami bisa berperang di jalan-Mu untuk kali lainnya. Kemudian setelah Allah melihat bahwa mereka tidak ada hajat lagi, mereka ditinggalkan oleh Allah. Demikian kondisi arwah para syuhada di surga, berdasar penjelasan Rasulullah sebagaimana diutarakan oleh Ibnu Mas'ud.41

Dalam penejelasan itu Rasulullah tidak menyinggung sama sekali tentang kaitan mereka dengan kebutuhan orang-orang yang masih di bumi. Apalagi menolong dan memenuhi kepentingan dan maksud-maksud mereka. Demikian kurang lebih penjelasan orang-orang syahid yang hidup di surga, berdasar penjelasan Rasulullah yang disampaikan oleh Ibnu Mas'ud.

1 Khalid al-Juraisy, Fatawa Ulama al-Balad al-Haram, Alih Bahasa: Muhammad Thalib, Fatwa Kontemporer Ulama Besar Tanah Suci (Jogjakarta: Media Hidayah, 2003), h. 58. Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, …), h. 938. Al-Raghib al-Ashfahaniy, Mu'jam Mufradat al-Fadz al-Qur'an (Beirut: Dar al-fikr, tth.), h. 561.

2 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, Vol. 3 (Jakarta: Lentera Hati, 2001), h. 82.

3 Muhammd Luthfi Ghozali, Mengintip Alam Barzakh Tawassul Mencari Allah dan Rasul Lewat Jalan Guru (Semarang: Abshor, 2006), h. 6.

4 Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab al-Tauhid al-Ladzi Huwa Haqq Allah 'ala al-'Abid (Beirut: Dar al-Arabiyah, 1969), h. 100.

5Khalid al-Juraisy, Fatawa Ulama al-Balad al-Haram, Alih Bahasa: Muhammad Thalib, Fatwa Kontemporer Ulama Besar Tanah Suci (Jogjakarta: Media Hidayah, 2003), h. 53-55.

6 Syaikh Ahmad Jauhariy Umar, Jawahir al-Ma'aniy (Pasuruhan: Pesantren Dar al-Salam, tth.), h. 33.

7 Ensiklopedi Islam Indonesia, op. cit., h. 561.

8 M. Quraish Shihab, op. cit. 82

9 Ensiklopedi Islam Indonesia, loc. cit. M. Quraish Shihab, op. cit., h. 83.

10 Imam Bukhariy, Shahih Bukhariy (Semarang: Nur Asia, tth), h.

11 Keyakinan semacam itu dapat dijumpai pada masyarakat yang akrab dengan pengamalan tarekat tertentu. Masyarakat yang mengamalkan Tarekat Qadiriyah yakin bahwa Syaikh Abdul Qadir Jailaniy dalam hal memberi berkah dan syafaat tidak berbeda antara masa hidup dan setelah meninggalnya. Al-Syaikh Abdu al-Latif bin Abdu al-Salam al-Jawiy, 'Uqud al-La`aliy fi Manaqib al-Quthb al-Rabbaniy al-Syaikh Abd al-Qadir al-Jailaniy (Semarang: Maktabah al-Munawir, tth.), h. 2.

12 M. Quraish Shihab, op. cit., h 83.

13 Said bin Musfir al-Qahthaniy, Al-Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy wa Arauhu al-I'tiqdiyah wa al-Shufiyah, alih bahasa: Munirul Abidin, Buku Putih Syaikh Abdul Qadir Jailani (Jakarta: CV. Darul Falah, 2004), h. 363-364.

14 Said bin Musfir al-Qahthaniy, ibid., h. 33-34. Syaikh Ahmad Jauhariy Umar, op. cit. h. 43-48. Al-Syaikh Abdu al-Latif bin Abdu al-Salam al-Jawiy, op. cit., h. 62. Pada bagian akhir kitab-kitab manaqib, biasanya dicantumkan fadhilah atau keutamaan dan faedah membacanya.

15 Syaikh Ahmad Jauhariy Umar, op, cit. 39.

16 Ibid., h. 37.

17 Imam Nawawiy, Al-Adzkar (Semarang: Maktabah Alawiyah, tth.), h. 201

18 Muhammad bin Abdul Wahab, loc. cit.

19 Ibid. h. 100.

20 Ibid., h. 33.

21 Ibid. 33.

22 Ibid., h. 34.

23 Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur`an al-Hakim, Juz 6, h. 373.

24 Muhammad bin Abd al-Rahman al-Khumais, I'tiqad al-Aimmah al-Arba'ah, penterjemah Ali Mustafa Yaqub, MA. Aqidah Imam Empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi'I, Ahmad), (Riyad: Kementerian Agama Islam Wakaf & Dakwah dan Bimbingan Islam, 1427), h. 16.

25 Ibid. h. 57.

26 Ibid. h. 52.

27 Khalid al-Juraisy, op. cit. h. 58-59

28 Imam Abu Fada` al-Hafidz ibnu Katsir al-Dimasyqiy, Tafsir al-Qur`an al-'Adzim, Jilid 2 (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), h. 67.

29 Imam Abu Qasim Jar Allah Muhammad bin Umar al-Zamakhsyariy, al-Kasysyaf, juz. 1 (Tkp. Dar al-Fikr, 1977), h. 610.

30 Abu Ja'far Muhammad bin Jarir al-Thabariy, Tafsir al-Thabariy al-Musamma Jami' al-Bayan fi Ta`wil al-Qur`an, Jilid 4 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyat, 1992), h. 566-567

31 Abu al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidy al-Naisabury, Al-Wasith fiy Tafsir al-Qur`an al-Majid, jilid (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyat, 1994), h. 183

32 Jalal al-Din Muhammad bin Ahmad al-Mahalliy dan Jalal al-Din Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Suyuthi, Tafsir Jalalain (Beirut: Dar al-Fikr, tth.), h. 149.

33 Al-Imam 'Ala al-Din Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadiy al-Syahir bi al-Khazin, Tafsir al-Kazin (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyat, 1995), h. 263.

34 Al-Raghib al-Ashfahaniy, Mu'jam Mufradat al-Fadz al-Qur'an (Beirut: Dar al-fikr, tth.), h. 561.

35 Muhammad bin ali bin Muhammad al-Syaukaniy, Fathu al-Qadir al-Jami' baina Fanniy al-Riwayat wa al-Dirayat min Ilm al-Tafsir, Juz 2 (Tkp. Dar al-Fikr, 1981), h. 38.

36 Sayyid Quthb, Fiy Dzilal al-Qur`an, jilid 2, juz 4, (Beirut: Dar Ihya` al-Turats al-'Arabiy, 1967), h. 146.

37 Al-Sayyid Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur`an al-Hakim, h. 371-378.

38 Al-Sayyid Muhammad Husein al-Thabathabai, Al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an, juz 5 (Beirut: Muassasah al-a'lamiy li al-Mathbuat, 1991), h. 335. Dalam menjelaskan kta wasilah Imam thabathabai mengutip pendapat al-Raghib al-Ashfahanniy dalam kitab Mufradat al-Fadz al-Quran.

39 Muhammad Mahmud Hijaziy, Al-Tafsir al-Wadhih, Jilid 1 (Beirut: Dar al-Jail, 1993), h. 510.

40 M. Quraih Shihab, op. cit. h. 83.

41 Mahna bin Raja' Allah bin Raja' al-Lihyaniy, Qadhaya fi al-Jihad wa Bayan Fadhlihi, (Arab Saudi: Muthabi' Sahr, 1411H.), h. 23.

Jumat, 18 November 2011

Ringkasan MAteri Perencanaan Sistem PAI

PERENCANAAN SISTEM PAI
TINJAUAN UMUM TENTANG PERENCANAAN

A. Pengertian Perencanaan

Banyak pengertian perencanaan yang dikemukakan oleh para ahli. Mereka mendefinisikannya secara berbeda-beda. Di antara pengertian tersebut adalah sebagai berikut.

    1. The process of setting goals, developing strategies, and outlining tasks and schedules to accomplish the goals” (Planning adalah proses menetapkan tujuan, mengembangkan strategi, dan menguraikan tugas dan jadwal untuk mencapai tujuan).

    2. Proses menyeleksi dan menghubungkan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasikan dan mempormulasikan hasil yang diinginkan

    3. Proses menghubungkan antara apa yang ada sekarang dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas program, dan alokasi sumber

    4. Suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai.

    5. Perencanaan juga dapat dimaknai sebagai proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.

    6. Perencanaan sebagai perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, dimana, dan bagaiman melakukannya.

    7. Perencanaan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan di masa datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

    8. Perencanaan adalah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang , dalam rangka mencapai sasaran tertentu.

B. Jenis Perencananan Berdasar Dimensi

Kegiatan perencanaan memiliki ruang lingkup yang sangat luas terkait dimensi waktu, spasial, dan tingkatan dan teknis perencanaannya, yang satu dengan lainnya saling terkait dan berinteraksi. Masing-masing dimensi tersebut adalah sebagai berikut;

1. Perencanaan dari dimensi waktu

Dari demensi waktu perencanaan mencakup; (a) Perencanaan jangka panjang (long term planning) berjangka 10 tahun keatas, bersifat prospektif, idealis dan belum ditampilkan sasaran-sarana yang bersifat kualitatif. (b) Perencanaan jangka menengah (medium term planning) berjangka 3 sampai 8 tahun, merupakan penjabaran dan uraian rencana jangka panjang. Sudah ditampilkan sasaran-sasaran yang diproyeksikan secara kuantitatif, meski masih bersifat umum. (c) Perencanaan jangka pendek (short term planning) berjangka 1 tahunan disebut juga perencanaan jangka pendek tahunan (annual plan) atau perencanaan operasional tahuanan (annual operational planning)

2. Perencaan dari dimensi spasial

Perencanaan ini terkait dengan ruang dan batas wilayah yang dikenal dengan perencanaan nasional (berskala nasional), regional (berskala daerah atau wilayah), perencanaan tata ruang dan tata tanah (pemanfaatan fungsi kawasan tertentu).

3. Perencanaan dari dimensi tingkatan teknis perencanaan

Dalam demensi ini kita mengenal istilah (a) perencanaan makro (b) perencaan mikro (c) perencanaan sektoral (d) perencaan kawasan dan (e) perencaan proyek, yakni perencanaan operasional kebijakan yang dapat menjawab siapa melakukan apa, dimana, bagaimana dan mengapa.

4. Perencanaan dimensi jenis

Perencanaan dari dimensi ini meliputi ; (a) Perencanaan dari atas ke bawah (top down planning), (b) perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning), (c) perencanaan menyerong ke samping (diagonal planning), dibuat oleh pejabat bersama dengan pejabat bawah diluar struktur (d) perencanaan mendatar (horizontal planning), yaitu perencanaan lintas sektoral oleh pejabat selevel (e) perencanaan menggelinding (rolling planning) berkelanjutan mulai rencana jangka pendek, menengah dan panjang.(f) perencanaan gabungan atas ke bawah dan bawah ke atas (top down and button up planning), untuk mengakomodasi kepentingan pusat dengan wilayah/daerah.

  1. Urutan Langkah Perencanaan

Secara umum perencanaan memiliki tata urutan langkah sebagai berikut:

1. Menentukan dan merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan harus jelas dan realistis

2. Meneliti masalah-masalah atau pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan
3.
Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan
4. Menentukan tahap-tahap atau rangkaian tindakan

5. Merumuskan bagaimana masalah-masalah tersebut akan dipecahkan dan bagaimana pekerjaan itu akan diselesaikan

  1. Urgensi dan Manfaat Perencanaan

Perencanaan memiliki urgensi, atau nilai kepentingannya sebagai berikut:

  1. Standar pelaksanaan dan pengawasan

  2. Pemilihan berbagai alternatif terbaik

  3. Penyusunan skala prioritas, baik sasaran maupun kegiatan

  4. Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi

  5. Membantu manager menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan

  6. Alat memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait

  7. Alat meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti

Sedangkan manfaat dari perencanaan adalah sebagai berikut:

  1. Menjelaskan dan merinci tujuan yang ingin dicapai

  2. Memberikan pegangan dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

  3. Organisasi memperoleh standar sumber daya terbaik dan mendayagunakan sesuai tugas pokok fungsi yang telah ditetapkan.

  4. Menjadi rujukan anggota organisasi dalam melaksanakan aktivitas yang konsisten prosedural sesuai dengan tujuan

  5. Memberikan batas wewenang dan tanggung jawab bagi seluruh pelaksana

  6. Memonitor dan mengukur berbagai keberhasilan secara intensif sehingga bisa menemukan dan memperbaiki penyimpangan secara dini.

  7. Memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian antara kegiatan internal dengan situasi eksternal

  8. Menghindari pemborosan


PERENCANAAN SISTEM PAI

A. Tinjauan Konsep

1. Pengertian Sistem

Sistem adalah satu kesatuan yang terdiri dari berbagai komponen yang saling terkait, saling berinteraksi, dan satu dengan lainnya saling pengaruh mempengaruhi dalam mencapai tujuan.

Pendidikan sebagai sebuah sistem berarti satu kesatuan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

2. Pengertian Pendidikan Islam dan Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia paripurna (insan kamil) sesuai dengan norma Islam

Sedangkan PAI berbeda dengan Pendidikan Islam. Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki pengertian yang lebih khusus dan sempit. Ia berarti usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan subjek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Dengan demikian Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu komponen dari Pendidikan Islam. Dalam maknanya yang lebih teknis PAI bermakna pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan formal, ia juga menjadi nomenklatur dari mata pelajaran.

3. Tujuan PAI di sekolah, meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa terhadap ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang bertaqwa kepada Allah serta berakhlaq mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

4. Ruang lingkup PAI di sekolah meliputi, Al-Qur'an Hadits, Aqidah, Ibadah, Akhlaq, Tarikh/Sejarah Islam


B. Perencanaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah

1. Pengertian Perencanaan Sistem Pendidikan Agama Islam (PAI)

Dari uraian di atas dapat dimaknai bahwa yang dimaksud dengan perencanaan sistem PAI adalah proses merencanakan dan menetapkan tujuan, bahan, langkah-langkah pelaksanaan (termasuk di dalamnya pelaksana dan metode) serta evaluasi pendidikan agama Islam di sekolah.

Sebelum dikemukakan lebih jauh tentang perencanaan Pendidikan Agama Islam, perlu dikemukakan beberapa persyaratan dalam membuat perencanaan, termasuk di dalamnya perencanaan PAI di sekolah, yaitu pertama, perencanaan PAI hendaknya memperhatikan dan didasarkan kepada tujuan yang jelas. Kedua, dalam perencanaan hendaknya mengutamakan aspek kesederhanaan, realistis dan praktis. Ketiga, terinci dan memuat segala uraian, klasifikasi kegiatan dan rangkaian kegiatan sehingga memudahkan pelaksanaan serta memedomaninya. Keempat, memperhatikan fleksibilitas sehingga mudah beradaptasi dengan keadaan, kebutuhan dan kondisi dan situasi. Kelima, menghindari duplikasi dalam pelaksanaannya.


C. Perencanaan Pembelajaran (PAI)

Untuk melaksanakan pembelajaran di kelas termasuk pembelajaran PAI, guru harus mempersiapkan segala hal yang berkenaan dengan proses pembelajaran di kelas tersebut. Persiapan pembelajaran di kelas secara umum dirumuskan melalui Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP disusun untuk dijadikan acuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, agar terarah pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Tanpa perencanaan tentunya guru tidak dapat maksimal dalam melaksanakan pembelajaran dan akan mempengaruhi ekfektifitas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.


Acuan Standar Proses

Penyusunan RPP merupakan salah satu persyaratan yang harus ditempuh oleh seorang guru dalam mengajar. Dengan menyusun RPP berarti dia telah memenuhi standar proses pembelajaran yang ditentukan oleh Permendiknas No. 41 Th. 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Yang tercakup dalam standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah adalah perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pem­belajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Perencanaan Proses Pembelajaran terdiri dari dua hal penting: Silabus dan RPP. Silabus berfungsi sebagai acuan untuk penyusunan dan pengembangan RPP.


Sedangkan RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyu­sun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.


Komponen RPP adalah :

1. Identitas mata pelajaran

Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.

2. Standar kompetensi

Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemam­puan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.

3. Kompetensi dasar

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran ter­tentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompe­tensi dalam suatu pelajaran.

4. Indikator pencapaian kompetensi

Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja opera­sional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

5. Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.

6. Materi ajar

Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompe­tensi.

7. Alokasi waktu

Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan un­tuk pencapaian KD dan beban belajar.

8. Metode pembelajaran

Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situ­asi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.

9. Kegiatan pembelajaran

a. Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan un­tuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

b. Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran di­lakukan secara interaktif, inspiratif, menyenang­kan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

c. Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan un­tuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.

10. Penilaian hasil belajar

Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kom­petensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.

11. Sumber belajar

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kom­petensi.


Prinsip-prinsip Penyusunan RPP

1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik

Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, krea­tivitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.

3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis

Proses pembelajaran dirancang untuk mengembang­kan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut

RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

5. Keterkaitan dan keterpaduan

RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompeten­si, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengako­modasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegra­si, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.



PENGEMBANGAN INDIKATOR

Indikator adalah penanda dari pencapaian kompetensi dasar. Pencapaian kompetensi dasar tersebut ditandai dengan perubahan perilaku yang dapat diukur/diamati yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa indikator (lebih dari dua). Semakin terinci indikator maka akan semakin menandai ketercapaian komptetensi. Karena penanda maka indikator dirumuskan dengan kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diukur, yakni kata kerja operasional yang dapat diukur dan/atau diamati. Idealnya tingkat kata kerja yang digunakan dalam indikator lebih rendah atau setara dengan kata kerja dalam KD maupun SK. Dalam pengembanganya didasarkan pada beberapa prinsip; Urgensi, Kontinuitas, Relevansi, dan Kontekstual
Keseluruhan indikator dalam KD tidak lain adalah tanda-tanda, perilaku atau tingkah laku dan lainnya untuk pencapaian kompetensi. Yakni kemampuan dalam aspek sikap, pikir, dan tindakan.

Kata kerja operasional (KKO) Indikator dibuat dengan urutan tingkatan berpikir dari yang mudah ke yang sulit atau sukar, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang dekat ke jauh, dan dari konkrit ke abstrak. Urutan tersebut tidak ideal jika dibalik. Dalam mengembangkan indikator dapat mempertimbangkan Taxonomi Bloom. Sebaiknya KKO dalam indikator diurutkan berdasar tingkat kesukaran, Karena penanda maka kata kerja operasional dalam indikator harus dapat diukur.